top of page

Layanan Masjid

F.A.Q

Tanya : Apakah saya bisa berwaqaf dengan uang, walaupun hanya ¥ 5000 atau semampu saya dan apa niatnya ?

Jawab : Apapun dan berapapun waqafnya (uang/barang/tenaga/ilmu/waktu/dsb) selama diniatkan waqaf, memiliki manfaat dan dimiliki sempurna (bukan dari hutang) maka itu sah. Kemudian terkait niat, hal ini dapat diniatkan baik dalam hati maupun diucapkan untuk menguatkan niat. Keduanya sah. Boleh dilakukan dalam bahasa arab maupun Indonesia. Tentang wakaf itu sendiri, berbeda dengan infaq atau sedekah yang sifatnya lebih luas. Rukun waqaf terdiri dari pihak pemberi, pihak pengelola waqaf, barangnya jelas berfungsi memiliki manfaat dan akad. Waqaf dikenal juga dengan sedekah jariyah, diadaptasi dari bahasa Arab “Waqafa” artinya “menahan” atau “berhenti” . Secara fiqih (mazhab Syafi'i) waqaf adalah melepaskan/memberikan harta yang telah dimiliki kepada pengelola wakaf atau nazir melalui prosedur perwakafan yang sesuai peruntukannya. Wallahu'alam bishowab

Tanya : Apakah saya bisa bersedekah dengan meniatkan untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun sudah wafat ?

Jawab : Islam membolehkan bersedekah atas nama orang lain, baik itu masih hidup atau sudah wafat. Mengingat bahwa sedekah merupakan pemberian sukarela, sehingga dibebaskan kepada para pemberinya. Tidak seperti zakat dan wakaf yang ada ketentuannya, kapan waktunya, siapa yang boleh menerima zakat, apa yang boleh diwakafkan, dsb.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw: “Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya?” Rasul menjawab: “Ya”. Orang itu berkata: “Sesungguhnya saya mempunyai kebun yang berbuah, maka saya mempersaksikan kepadamu bahwa saya telah menyedekahkannya atas namanya”. (HR. Bukhari)

Tanya : Bolehkah zakat digunakan untuk pembangunan atau pembelian bangunan untuk masjid ?

Jawab : Terkait hal ini, terdapat 3 pendapat sebagai berikut.

1. Tidak boleh. Zakat telah diatur yang berhak menerimanya dalam QS. At-Taubah:60. Sehingga jelas, bahwa tidak ada porsi pemanfaatan masjid. Ini lebih aman dan jauh dari khilafiyah.

2. Boleh dengan pemahaman, kata fii-sabilillah mencakup semua yang memiliki nilai kebaikan. Pendapat ini disampaikan Imam Ar-Razi dan Imam Al-Kasani. Sedangkan Syaikh Rasyid Ridha dan Syaikh Mahmud Syalthut menafsirkan kata “fii-sabiilillah” dengan: segala sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan umum umat muslim. Namun demikian, Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz tidak sependapat karena fii-sabilillah yang dimaksud adalah jihad (berjuang di jalan Allah) seperti kondisi Gaza (Palestina), Pendakwah/ Pengajar Agama yang memerlukan bantuan materiil, dsb.

3. Boleh hanya dalam keadaan darurat. Pendapat ini lebih berhati-hati dan disampaikan Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi

Hukum asalnya tidak boleh, hanya saja, zakat dapat digunakan untuk membangun masjid jika kondisi dengan kriteria :

  1. Tidak ada dana lain untuk membangun tempat ibadah tersebut selain dana zakat.

  2. Ketika belum ada masjid, sedangkan kebutuhan masjid sangat dibutuhkan, serta masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja tapi juga berfungsi untuk menegakkan dan memperjuangkan agama Allah.

Masjid berfungsi sebagai tempat shalat dan pusat dakwah Islam untuk menolong dan memperjuangkan agama Allah. Ketentuan-ketentuan itu hanya dapat terpenuhi pada daerah-daerah terpencil dan miskin atau pada negara-negara yang muslimnya minoritas. Menjauhi khilafiyah lebih diutamakan.

bottom of page